Kamis, 22 Maret 2012

discharge planning


DISCHARGE PLANNING
A. Definisi
Discharge Planning adalah suatu proses dimana mulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Discharge Planning menunjukkan beberapa proses formal yang melibatkan team atau memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP,2001).
Discharge Planning (Perencanaan Pulang) merupakan komponen sistem perawatan berkelanjutan, pelayanan yang diperlukan klien secara berkelanjutan dan bantuan untuk perawatan berlanjut pada klien dan membantu keluarga menemukan jalan pemecahan masalah dengan baik, pada saat tepat dan sumber yang tepat dengan harga yang terjangkau (Doenges & Moorhouse: 94-95).
B.  Tujuan Discharge Planning
1.      meningkatkan kontinuitas perawatan
2.      meningkatkan kualitas perawatan
3.      memaksimalkan manfaat sumber pelayanan kesehatan
Discharge Planning dapat  mengurangi hari rawatan pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga dapat dilakukan melalui Discharge Planning ( Naylor, 1990 )
Menurut Mamon et al (1992), pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup optimum disebelum dipulangkan, beberapa penelitian bahkan menyatakan bahwa discharge planning memberikan efek yang penting dalam menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas (Leimnetzer et al,1993: Hester, 1996)


C. Keuntungan Discharge Planning
1.      Bagi Pasien :
a)         Dapat memenuhi kebutuhan pasien
b)         Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya.
c)         Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya
d)        Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh support sebelum timbulnya masalah.
e)         Dapat memilih prosedur perawatannya
f)          Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang dapat dihubunginya.
2.      Bagi Perawat :
a)      Merasakan bahwa keahliannya di terima dan dapat di gunakan
b)      Menerima informasi kunci setiap waktu
c)      Memahami perannya dalam system
d)     Dapat mengembangkan ketrampilan dalam prosedur baru
e)      Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara yang berbeda.
f)       Bekerja dalam suatu system dengan efektif.

D.  Tahap-tahap Discharge Planning
1.      Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data tentang klien. Ketika melakukan pengkajian kepada klien, keluarga merupakan bagian dari unit perawatan. Klien dan keluarga harus aktif dilibatkan dalam proses discharge agar transisi dari rumah sakit ke rumah dapat efektif.
Elemen penting dari pengkajian discharge planning adalah:
a)      Data Kesehatan
b)      Data Pribadi
c)      Pemberi Perawatan
d)     Lingkungan
e)      Keuangan dan Pelayanan yang dapat mendukung
2.      Diagnosa
Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge planning, dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga. Keluarga sebagai unit perawatan memberi dampak terhadap anggota keluarga yang membutuhkan perawatan. Adalah penting untuk menentukan apakah masalah tersebut aktual atau potensial.
3.      Perencanaaan: Hasil yang diharapkan
Menurut Luverne & Barbara, 1988, perencanaan pemulangan pasien membutuhkan identifikasi kebutuhan spesifik klien. Kelompok perawat berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang klien, yang disingkat dengan METHOD, yaitu:
a)       Medication (obat)
Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan setelah pulang.
b)      Environment (Lingkungan)
Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya aman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang dibutuhkan untuk kontinuitas perawatannya.
c)      Treatrment (pengobatan)
Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah klien pulang, yang dilakukan oleh klien atau anggota keluarga. Jika hal ini tidak memungkinkan, perencanaan harus dibuat sehingga seseorang dapat berkunjung ke rumah untuk memberikan keterampilan perawatan.
d)     Health Teaching (Pengajaran Kesehatan)
Klien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana mempertahankan kesehatan. Termasuk tanda dan gejala yang mengindikasikan kebutuhan pearwatan kesehatan tambahan.
e)      Outpatient referral
Klien sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau agen komunitas lain yang dapat meningkatan perawatan yang kontinu.
f)       Diet
Klien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya. Ia sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya. 
4.      Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana pengajaran dan referral. Seluruh pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan pada catatan perawat dan ringkasan pulang (Discharge summary). Instruksi tertulis diberikan kepada klien. Demonstrasi ulang menjadi harus memuaskan. Klien dan pemberi perawatan harus memiliki keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang akan digunakan di rumah.
Penyerahan home care dibuat sebelum klien pulang. Informasi tentang klien dan perawatannya diberikan kepada agen tersebut. Seperti informasi tentang jenis pembedahan, pengobatan (termasuk kebutuhan terapi cairan IV di rumah), status fisik dan mental klien, factor social yang penting (misalnya kurangnya pemberi perawatan, atau tidak ada pemberi perawatan) dan kebutuhan yang diharapkan oleh klien. Transportasi harus tersedia pada saat ini
5.      Evaluasi
Evaluasi terhadap discharge planning adalah penting dalam membuat kerja proses discharge planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai. Evaluasi berjalan terus-menerus dan membutuhkan revisi dan juga perubahan.
Evaluasi lanjut dari proses pemulangan biasanya dilakukan seminggu setelah klien berada di rumah. Ini dapat dilakukan melalui telepon, kuisioner atau kunjungan rumah (home visit).
Keberhasilan program rencana pemulangan tergantung pada enam variabel:
a)      Derajat penyakit
b)      Hasil yang diharapkan dari perawatan
c)      Durasi perawatan yang dibutuhkan
d)      Jenis-jenis pelayanan yang diperlukan
e)      Komplikasi tambahan
f)       Ketersediaan sumber-sumber

KOMUNIKASI PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DAN WICARA


1.      KOMUNIKASI PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN
Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf, sedangkan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur panghantar rangsang suara.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang di keluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien gangguan pendengaran :
1.      Periksa adanya bantuan pendengaran dan kaca mata
2.      Kurangi kebisingan
3.      Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
4.      Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda
5.      Jangan mengunyah permen karet
6.      Bicara pada volume suara normal - jangan teriak
7.      Susun ulang kalimat anda jika klien salah mengerti
8.      Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindiksikan
Gangguan pendengaran dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :
1.               Conductive hearing Loss, disebabkan oleh masalah yang terjadi pada telinga luar atau tengah dan berkaitan dengan masalah penghantaran suara.Kemungkinan penyebab bisa dari tertumpuknya earwax atau kotoran telinga, infeksi atau pertumbuhan telinga bagian luar, adanya lubang pada gendang telinga, penyakit yang disebut dengan otosklerosis (yang menyebabkan rangkaian tulang-tulang pendengaran menjadi kaku dan tidak dapat bergetar) atau faktor keturunan. Conductive hearing loss biasanya bisa disembuhkan secara medis, namun bila tidak dapat maka alat bantu dengar biasanya dapat membantu mengatasinya.
2.               Sensorineural hearing loss, ini adalah istilah untuk menggambarkan adanya masalah pada telinga bagian dalam, baik di cochlea, syaraf pendengaran atau sistim pendengaran pusat (sering disebut tuli syaraf). Gangguan dengan tipe ini bisa disebabkan oleh berbagai hal namun kebanyakan disebabkan oleh kerusakan pada sel rambut didalam cochlea akibat penuaan, atau rusak akibat suara yang terlalu keras. 90% gangguan pendengaran adalah tipe Sensorineural hearing loss & jarang yang bisa diatasi secara medis, namun seringkali alat bantu dengar dapat membantu.
3.              Mixed Hearing Loss (gangguan pendengaran campuran), dimana kondisi gangguan pendengarannya ada unsur konduktif & sensorineural. Banyak orang dengan gangguan pendengaran jenis ini dapat terbantu bila memakai alat bantu dengar.
Berdasarkan kemampuan  telinga menangkap bunyi, gangguan pendengaran dikelompokkan menjadi :
1.      Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB).
2.      Gangguan pendengaran ringan(41-55dB).
3.      Gangguan pendengaran sedang(56-70dB).
4.      Gangguan pendengaran berat(71-90dB).
5.      Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB

Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan pendengaran :
1.         Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan klien.
2.         Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
3.         Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4.         Tunggu sampai Anda secara langsung di depan orang, Anda memiliki perhatian individu tersebut dan Anda cukup dekat dengan orang sebelum Anda mulai berbicara;
5.         Pastikan bahwa individu melihat Anda pendekatan, jika kehadiran Anda mungkin terkejut orang tersebut;
6.         Wajah-keras mendengar orang-langsung dan berada di level yang sama dengan dia sebisa mungkin;
7.         Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu misalnya makanan atau permen karet.
8.            Jika Anda makan, mengunyah atau merokok sambil berbicara, pidato Anda akan lebih sulit untuk mengerti.
9.          Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan perlahan.
10.     Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
11.     Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol)
12.     Jika orang yang memakai alat bantu dengar dan masih memiliki kesulitan mendengar, periksa untuk melihat apakah alat bantu dengar di telinga orang. Juga periksa untuk melihat bahwa dihidupkan, disesuaikan dan memiliki baterai bekerja. Jika hal-hal ini baik dan orang yang masih memiliki kesulitan mendengar, mencari tahu kapan dia terakhir memiliki evaluasi pendengaran;
13.     Jauhkan tangan Anda dari wajah Anda saat berbicara;
14.     Mengakui bahwa hard-of-mendengar orang mendengar dan memahami kurang baik ketika mereka lelah atau sakit;
15.     Mengurangi atau menghilangkan kebisingan latar belakang sebanyak mungkin ketika melakukan pembicaraan;
16.     Bicaralah dengan cara yang normal tanpa berteriak. Melihat bahwa lampu tidak bersinar di mata orang tuna rungu;
17.     Jika seseorang telah memahami sesuatu kesulitan, menemukan cara yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama, bukan mengulangi kata-kata asli berulang;
18.     Gunakan sederhana, kalimat singkat untuk membuat percakapan anda lebih mudah untuk mengerti;
19.     Menulis pesan jika perlu; Biarkan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan orang gangguan pendengaran. Berada di terburu-buru akan senyawa's stres semua orang dan menciptakan hambatan untuk memiliki percakapan yang berarti.

2.      KOMUNIKASI PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN WICARA
Indra wicara merupakan organ kompleks yang terdiri atas sistem saraf pengatur wicara pada korteks serebri, pusat pengatur pernafasan di pons, struktur mulut dan tenggorok, serta paru-paru sebagai pensuplai udara yang digunakan untuk menghasilkan suara. Sebenarnya suara yang timbul dari mulut kita merupakan udara yang dihembuskan paru-paru melewati pita suara sehingga dihasilkan suara. Proses ini disebut vonasi. Suara yang muncul akibat getaran pita suara masih merupakan suara murni sehingga terdengar seperti suara “aaaa”. Suara yang muncul dari tenggorok selajutnya dipantulkan melalui langit-langit (palatal), lidah (lingual) dan bibir (labial), yang kemudian membentuk susunan vokal dan konsonan serta membentuk kata-kata kompleks. Proses ini disebut artikulasi.
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut perlu diperhatikan :
1.      Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir klien.
2.      Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata yang diucapkan klien.
3.      Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.
4.      Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
5.       Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.
6.      Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
7.       Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.
Teknik dalam berkomunikasi dengan klien gangguan wicara :
1.      Dengarkan dengan penuh perhatian, kessabaran, dan jagan menginterupsi
2.      Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban “ya” dan “tidak”.
3.      Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.
4.      Gunakan petunjuk visual ( kata-kata, gambar, dan objek ) jika mungkin.
5.      Hanya ijinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu.
6.      Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras.
7.      Beritahu klien jika anda tidak mengerti.
8.      Bekerja sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkan.

Alat bantu yang digunakan untuk berkomunikasi dengan klien gangguan wicara :
1.      Papan tulis dan spidol
2.      Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk menunjukkan kebutuhan dasar
3.      Alarm pemanggil
4.      Bahasa isyarat
5.      Penggunaan kedipan mata atau gerakan jari untuk respon sederhana ( “ya” dan “tidak” )

KESIMPULAN
1.      Keterbatasan fungsi alat indra tersebut meliputi kemampuan mendengar, melihat, merasakan, dan membaui adalah elemen yang penting dalam berkomunikasi bagi seorang manusia. Gangguan pada indera-indera yang memiliki fungsi tersebut tentunya dapat menghambat proses komunikasi.
2.      Kesalahan dalam berkomunikasi menyebabkan miskomunikasi yang menyebabkan salah persepsi yang bisa menimbulkan suatu permasalahan.
3.      Dalam berkomunikasi dengan klien yang memiliki gangguan pendengaran atau tunawicara menggunakan teknik agar antara komunikator dan komunikan tidak terjadi salah persepsi.


DAFTAR PUSTAKA
Perry.potter.2009.Fundamental Keperawatan Buku 1 Edisi 7.Salemba Medika:Jagakarsa,Jakarta